Minggu, 06 September 2015

Kitab Baratayudha


                                   Kitab Bharatayhuda

                               

    Baratayuda, adalah istilah yang dipakai di Indonesia untuk menyebutperang besar di Kurukshetra antara keluarga Pandawa melawan Korawa. Perang ini merupakan klimaks dari kisah Mahabharatha, yaitu sebuah wiracarita terkenal dari India.
    Istilah Baratayuda berasal dari kata Bharatayuddha (Perang Bharata), yaitu judul sebuah naskah kakawin berbahasa Jawa Kuna yang ditulis pada tahun 1157 oleh Mpu Sedah atas perintah Maharaja Jayabhaya, raja Kerajaan kadiri. Sebenarnya kitab baratayuda yang ditulis pada masa Kediri itu untuk simbolisme keadaan perang saudara antara Kerajaan Kediri dan Jenggala yang sama sama keturunan Raja Erlangga . Keadaan perang saudara itu digambarkan seolah-olah seperti yang tertulis dalam Kitab Mahabarata karya Vyasa yaitu perang antara Pandawa dan Kurawa yang sebenarnya juga keturunan Vyasa sang penulis
Kisah kakawin brathayudha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa jawa baru dengan judul serat barathayudha oleh pujangga Yasadipura I pada zaman kasunanan Surakarta.
    Di Yogyakarta, cerita Baratayuda ditulis ulang dengan judul Serat Purwakandha pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana V. Penulisannya dimulai pada 29 Oktober 1847 hingga 30 juli 1848.Kitab Bharatayudha ditulis oleh Mpu Panuluh dan Mpu Sedah. Karya sastra ini berisi sindiran perang saudara antara jayabaya dengan jayasabha.
   Bharata Yudha dianggap keramat di Jawa. Pertunjukan ( wayang ) dengan cerita Bharata Yudha yang mengasyikkan itubuat masyarakat di Jawa pada umumnya masih dianggap keramat dan tidak boleh dipertunjukkan di sembarang tempat dan waktu. Menurut kepercayaan yang masih tetap berlaku, kalau dilanggar bisa menimbulkan bencana yang tidak diduga-duga. Biasanya lakon Bharata Yudha hanya dipertunjukkan pada saat-saat upacara “ bersih desa “ yang hanya berlangsung setahun sekali di desa-desa. Dan pertunjukkan ( wayang ) itu dilakukan ditengah sawah.“ bersih Dusun “ atau merti dusun ( asal kata Jawa kuno “ Pitro “ berarti metathesis. Dengan merti dusun penduduk memberi sesaji kepada roh-roh leluhur, dan adat tata cara merti dusun itu kini tidak lagi terdapat di kota-kota. Dan oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pertunjukan wayang, dengan lakon Bharata Yudha itu hampir tidak pernah dilakukan dikota. ( sekarang sudah banyak dipentaskan oleh wayang orang dan disiarkan oleh radio – red )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar